Busana kebiaraan dari Kongregasi Pasjonis, yang didirikan oleh Santo Paulus dari Salib di Italia pada abad ke-18, adalah salah satu yang paling khas dalam Gereja Katolik, menawarkan kontras visual yang mencolok: jubah hitam yang sederhana dihiasi dengan lambang putih yang berbentuk hati. Lebih dari sekadar pakaian, jubah ini adalah sebuah katekese berjalan, merangkum spiritualitas inti ordo tersebut. Memahami esensi spiritualitas ordo ini memerlukan penyelidikan mendalam terhadap Filosofi Hitam Putih yang membentuk identitas visual mereka. Filosofi Hitam Putih ini bukan hanya tentang warna, tetapi merupakan pernyataan teologis yang kuat mengenai kasih dan penderitaan Yesus Kristus yang mereka nazarkan untuk diwartakan.
Pada dasarnya, Filosofi Hitam Putih dalam busana Pasjonis memiliki makna simbolis yang spesifik. Jubah luar yang terbuat dari kain katun kasar dan berwarna hitam melambangkan duka cita dan pengenangan terus-menerus akan Sengsara Yesus Kristus (Pasio). Warna hitam secara universal diidentikkan dengan kematian, pertobatan, dan kesederhanaan radikal—sebuah penolakan terhadap kesenangan duniawi dan pengadopsian gaya hidup yang miskin dan kontemplatif. Pilihan busana yang sederhana ini bertujuan agar para Pasjonis dapat bersolidaritas dengan mereka yang menderita dan mengingatkan diri sendiri akan ketidakpastian serta kerapuhan hidup. Pada periode pendirian Ordo Pasjonis di Italia Utara (sekitar tahun 1720-an), jubah hitam polos seperti ini sering dipakai oleh orang-orang miskin. Dengan memilih jubah ini, Santo Paulus dari Salib menetapkan standar kemiskinan sukarela bagi para pengikutnya.
Makna Mendalam Lambang Hati (Jesu XPI Passio)
Kontras yang mencolok disajikan oleh lambang yang dikenakan di dada jubah hitam tersebut. Lambang ini berbentuk hati berwarna putih yang di atasnya terdapat salib kecil, dan di dalamnya tertulis akronim „Jesu XPI Passio” (kadang disingkat Jesu XPI Passionis). Lambang ini, yang dalam visi Santo Paulus dari Salib adalah lambang yang harus dikenakan oleh para anggota ordonya, adalah jantung dari karisma Pasjonis dan menjelaskan makna di balik Filosofi Hitam Putih tersebut.
Mari kita kupas akronim tersebut secara spesifik:
- JESU: Adalah nama Yesus, yang merujuk pada Dia yang menderita.
- XPI: Adalah singkatan (kristogram) dari kata Kristus dalam bahasa Yunani ($Xrho iota sigma tau o varsigma$), menunjukkan keilahian dan peran-Nya sebagai Mesias.
- PASSIO: Adalah kata Latin yang berarti Sengsara atau, secara lebih mendalam, Hasrat Kasih yang Kuat.
Lambang ini secara keseluruhan dimaknai sebagai „Sengsara Yesus Kristus” yang berasal dari Kasih-Nya yang paling mendalam. Warna putih pada lambang dan hati melambangkan kemurnian, kebenaran, dan yang paling utama, Kasih Allah yang Murni dan Agung yang diungkapkan melalui Kematian-Nya. Jadi, sementara jubah hitam mencerminkan kesedihan atas Penderitaan Kristus (dan penderitaan umat manusia), hati putih menegaskan bahwa penderitaan tersebut bukanlah tragedi, melainkan Tindakan Kasih Terbesar yang mengatasi maut. Lambang ini secara simultan mewartakan kematian Kristus dan janji kebangkitan serta harapan.
Lambang hati, yang secara fisik dikenakan di dada kiri, secara metaforis menunjukkan bahwa setiap Pasjonis memiliki nazarnya (kaul khusus keempat) yang terukir di dalam hati mereka: untuk senantiasa memelihara kenangan akan Sengsara Yesus dan mewartakannya kepada dunia.
Dimensi Apostolik dan Kontemplatif
Pewartaan Filosofi Hitam Putih ini tidak hanya bersifat internal. Pada Hari Minggu, 14 September 2025, yang bertepatan dengan Pesta Kenaikan Salib Suci, sebuah Konferensi Spiritual Pasjonis diselenggarakan di Biara Mater Dei. Dalam konferensi tersebut, Bapak Provinsial Ordo Pasjonis, Pastor Yosef Maryanto, CP, menyampaikan bahwa jubah dan lambang hati adalah „misi mereka yang tertulis pada busana.” Lambang ini menjadi pengingat bagi setiap umat Katolik (dan dunia pada umumnya) bahwa di tengah kegelapan dan penderitaan (hitam), selalu ada harapan dan kasih Allah (putih) yang menguatkan.
Kaul khusus untuk mewartakan Sengsara Kristus ini juga memiliki dimensi kontemplatif dan aktif. Dari sisi kontemplatif, para Pasjonis diundang untuk merenungkan makna Salib dalam kesunyian pertapaan (atau komunitas), sebuah praktik yang menjadi warisan langsung dari pendiri mereka. Di sisi aktif, mereka mewartakan melalui misi populer, pelayanan paroki, dan karya sosial, seringkali kepada mereka yang mengalami passio (penderitaan) dalam hidup mereka sendiri.
Dengan demikian, busana Pasjonis adalah manifesto teologis: hitam mengingatkan kita pada realitas dosa dan kematian yang dihadapi Yesus dan manusia; sementara putih pada lambang hati di dada mengingatkan kita bahwa kasih Allah (yang disimbolkan dengan Kristus yang Bangkit) jauh lebih kuat daripada kematian. Inilah intisari dari spiritualitas Pasjonis yang terus dipegang teguh hingga abad ke-21.
situs togel bento4d