Perjalanan rohani Kongregasi Pasjonis, yang secara resmi dikenal sebagai Congregatio Passionis Iesu Christi (CP), adalah sebuah kisah tentang dedikasi yang tak tergoyahkan terhadap misteri penderitaan Kristus. Melacak Jejak Sejarah ordo ini membawa kita kembali ke Italia pada awal abad ke-18, sebuah era di mana spiritualitas dan pelayanan gereja membutuhkan pembaruan yang mendalam. Di jantung pendirian ini berdiri seorang mistikus yang visioner, Santo Paulus dari Salib (Paolo Francesco Danei), yang lahir di Ovada, Italia, pada tanggal 3 Januari 1694.
Semangat pendirian Ordo Pasjonis berakar pada pengalaman mistis Santo Paulus dari Salib. Pada tahun 1720, di usia 26 tahun, Paolo Danei mengalami serangkaian penglihatan yang mendalam. Dalam salah satu penglihatan tersebut, ia melihat dirinya mengenakan jubah hitam dengan lambang hati putih di dada, yang di atasnya terdapat salib dan tulisan Latin yang berbunyi: Jesu XPI Passio (Penderitaan Yesus Kristus). Pengalaman ini memberinya dorongan kuat untuk mendirikan sebuah komunitas religius baru dengan fokus utama: mewartakan kasih Allah yang terungkap secara sempurna dalam Sengsara dan Wafat Yesus Kristus. Pengalaman mistis inilah yang menjadi landasan spiritualitas dan Jejak Sejarah ordo ini. Setelah menerima jubah hitam Pasjonis pada 22 November 1720—tanggal yang kemudian diakui sebagai Hari Jadi Kongregasi—Paulus menyendiri di pertapaan San Carlo selama 40 hari. Di sana, ia menulis Regula (Aturan Hidup) Kongregasi Pasjonis, yang menekankan kehidupan doa kontemplatif, pertobatan, dan kaul keempat yang unik: kaul untuk mempromosikan devosi kepada Sengsara Yesus.
Konsolidasi dan Ekspansi Awal (Abad ke-18 dan ke-19)
Meskipun mendapat ilham pada tahun 1720, Santo Paulus dari Salib menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan komunitasnya secara kanonik. Bersama adiknya, Yohanes Pembaptis, ia berjuang hidup dalam kemiskinan radikal, sebuah semangat awal yang begitu ketat hingga membuat beberapa calon awal mengundurkan diri. Komunitas awal ini resmi berdiri pada tahun 1727, ketika Paulus dan Yohanes dibenamkan sebagai imam oleh Paus Benediktus XIII. Biara Pasjonis pertama, yang menjadi pusat kehidupan kontemplatif dan kerasulan mereka, didirikan pada tahun 1737 di Monte Argentario. Sejak saat itu, biara-biara Pasjonis mulai menyebar di Italia. Santo Paulus dari Salib sendiri berpulang pada 18 Oktober 1775 di Roma, dan saat itu Kongregasi Pasjonis telah mendirikan sebelas biara di seluruh Italia. Ia dibeatifikasi pada 1 Oktober 1852 dan dikanonisasi pada 29 Juni 1867 oleh Paus Pius IX.
Ekspansi melampaui batas Italia dimulai pada abad ke-19. Para Pasjonis membawa karisma mereka ke berbagai benua, mengikuti kebutuhan gereja universal. Pada tahun 1842, mereka mendirikan rumah pertama di Amerika Serikat, khususnya di Pittsburgh, Pennsylvania. Langkah ini menandai dimulainya Jejak Sejarah mereka sebagai ordo misionaris global. Pada paruh kedua abad tersebut, misi diperluas ke negara-negara Eropa lainnya, Amerika Selatan, dan Australia.
Jangkauan Global dan Pelayanan di Abad ke-20 dan ke-21
Abad ke-20 menjadi masa pertumbuhan dramatis bagi Ordo Pasjonis, terutama dalam hal perluasan misi di Asia dan Afrika. Perang Dunia dan perubahan geopolitik tidak menghentikan karya mereka, bahkan memperkuat peran mereka sebagai pembimbing spiritual di tengah penderitaan manusia. Di Indonesia, Pasjonis hadir dengan Jejak Sejarah yang khas. Kelompok Pasjonis pertama dari Belanda tiba di Indonesia pada tahun 1946. Mereka kemudian diikuti oleh Pasjonis Italia pada tahun 1961. Kerasulan mereka berfokus pada wilayah-wilayah yang kurang terlayani, khususnya di Kalimantan Barat, tempat mereka berkonsentrasi pada misi umat dan pendampingan spiritual. Pada tahun 1978, mereka juga mulai berkarya di Jawa Timur, mendirikan rumah-rumah pendidikan dan biara di Malang, Batu, dan Jakarta.
Karya kerasulan utama Pasjonis, baik di masa Santo Paulus dari Salib maupun di abad ke-21, adalah Misi Populer atau Misi Umat. Misi ini merupakan program pembinaan iman yang intensif, yang pada zaman Pendiri bisa berlangsung selama satu hingga dua minggu di suatu desa atau kota. Hingga kini, para Pastor Pasjonis terus melaksanakan misi ini, mengaktualisasikan ajaran Konsili Vatikan II. Selain misi umat, Pasjonis juga aktif dalam berbagai apostolat, seperti mengelola paroki, memberikan retret dan bimbingan rohani, serta bekerja dalam media komunikasi untuk menyebarluaskan spiritualitas Sengsara Kristus.
Di era modern, dengan berbagai tantangan seperti sekularisme dan masalah sosial, Pasjonis tetap relevan. Pada November 2024, data dari Kantor Pusat Jenderal Pasjonis di Roma mencatat bahwa ordo ini memiliki ribuan anggota yang tersebar di lebih dari 60 negara di lima benua. Superior Jenderal saat ini, Pastor Joachim Rego, CP, yang terpilih pada tanggal yang spesifik, telah menekankan perlunya Pasjonis untuk berdialog dengan budaya kontemporer, sambil tetap teguh pada karisma utama mereka, yaitu mewartakan kasih Kristus yang disalib. Di banyak negara, Pasjonis aktif dalam pelayanan sosial kepada para lansia, penyandang disabilitas, dan mereka yang menderita akibat konflik atau kemiskinan, sejalan dengan visi asli Santo Paulus dari Salib yang melihat Sengsara Kristus sebagai cermin penderitaan umat manusia.
situs togel bento4d